HIPMI Akan Jabarkan Operandi Carut Marutnya Pengadaan Barang/Jasa di Lampung Timur

Menurut Yuki, dengan adanya temuan bahwa 45 paket pekerjaan dimonopoli oleh sembilan perusahaan di antaranya berasal dari Jakarta, Jawa Barat, Banten, hingga Lombok, menunjukkan adanya upaya pengondisian.

“Kami perlu mempertanyakan mengapa perusahaan-perusahaan tersebut bisa masuk ke Lamtim? Mengapa bisa ditetapkan sampai berkontrak? Kalau memang terjadi secara natural, tentu kejadian seperti ini tidak hanya terjadi di Lamtim saja. Ini sudah menunjukkan sebuah gejala bahwa telah ada upaya eksodus yang membawa perusahaan-perusahaan tersebut untuk masuk ke Lamtim. Serta, mengapa Lamtim,”? ungkap Yuki.

HIPMI Lamtim menyoroti persoalan ini karena sangat merugikan para pengusaha lokal. Padahal dalam Perpres pengadaan barang/jasa disebutkan bahwa dari sisi aspek sosial, tujuan pengadaan barang/jasa adalah pemberdayaan usaha lokal.

“Meskipun belum masuk dalam ranah kerugian negara, jika dicermati dari tujuan pengadaan barang/jasa, kami pihak lokal merasa sangat dirugikan. Jelas tertera dalam Perpres, dari sisi aspek sosial salah satunya adalah pemberdayaan usaha lokal. Serta sebagai contoh, dalam proses teknis pekerjaan, sangat tidak efektif dan efisien,” tutup Yuki.

Di waktu bersamaan, salah satu rekanan, Hendra Apriyanes menyinggung adanya peran aktor swasta yang mengatur proses pengadaan barang/jasa di Lamtim. Serta mengingatkan kepada pihak penyelenggara untuk mengedepankan profesionalitas dalam bekerja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!